Tampilkan postingan dengan label Edukasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Edukasi. Tampilkan semua postingan

28 Maret 2014

Pendidikan Anti Korupsi



Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Konsultasi Risiko Politik dan Ekonomi (Political and Economic Risk Consultancy -- PERC) yang dilansir oleh agen berita Perancis AFP, dari skala 0 sampai 10, dimana 0 adalah indikasi bebas korupsi, Indonesia mendapatkan skor 8,32. Riset yang dilakukan pada Maret 2009 itu menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di Asia. Wow, sungguh mengerikan !
            Fakta kronisnya patologi korupsi di negeri ini sungguh memprihatinkan sekaligus menyedihkan. Korupsi telah terjadi di semua lini kehidupan bangsa ini. Penyakit korupsi yang melanda negeri ini berada pada stadium tertinggi, yang dapat menyebabkan negeri ini kehilangan “nyawa”. Korupsi telah berurat dan berakar seperti kanker kronis yang sulit diberantas.
            Gagasan memasukkan pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum pendidikan nasional adalah bagian dari upaya sinergis untuk memberantas korupsi di samping melalui pintu lain. Penanaman nilai-nilai antikorupsi selama ini yang termuat dalam beberapa matapelajaran secara integratif, misalnya dalam pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia telah gagal membentuk manusia Indonesia yang antikorupsi.
            Pendidikan antikorupsi diasumsikan oleh penggagasnya dapat menanamkan nilai-nilai kejujuran dan kesederhanaan, yang pada akhirnya akan menghasilkan manusia Indonesia yang antikorupsi. Pembentukan kesadaran bagi peserta didik sehingga mampu membentuk karakter dan kemudian melakukan aksi melawan korupsi, adalah tujuan dimasukkannya pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum pendidikan nasional.
            Sebenarnya, penanaman nilai antikorupsi dalam kurikulum pendidikan telah terintegrasi sejak lama. Dalam kurikulum pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan (dulu, Pendidikan Moral Pancasila –PMP) substansi pendidikan antikorupsi telah terintegrasi meski tidak secara eksplisit diberi nama pendidikan antikorupsi. Namun, harus kita akui bahwa penanaman nilai antikorupsi model integrasi selama ini tidak cukup ampuh   menciptakan out put sumber daya manusia (SDM) yang jujur dan antikorupsi.
            Kegagalan pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan dalam membangun nilai kejujuran, dan anti korupsi terletak pada bangun pendidikan nasional kita yang hingga kini lebih menekankan pada aspek kognitif serta meminimalisir aspek psikomotor dan afektif. Peserta didik terlalu banyak dijejali dengan konsep-konsep teoritis dan jarang diajak untuk berbuat sesuatu yang dapat menumbuhkan nilai-nilai yang bersifat aplikatif. Kegagalan yang sama akan terjadi bila pendidikan anti korupsi ini masuk ke kurikulum pendidikan nasional dengan pola pendekatan yang sama dengan pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan,
            Menjadikan pendidikan antikorupsi sebagai satu mata pelajaran sendiri, tidak sekedar terintegrasi dengan mata pelajaran lain yang relevan akan menyebabkan kurikulum pendidikan kita akan menjadi kembali over loud, kelebihan muatan.  Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), yang dipandang oleh sebagian pengamat pendidikan masih terlalu padat, akan semakin padat bila pendidikan antikorupsi ini menjadi sebuah mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah.
            Optimalisasi penanaman nilai-nilai antikorupsi pada mata pelajaran yang relevan tanpa harus melalui sebuah mata pelajaran khusus harus dilakukan secara intens. Pendidikan nilai lebih membutuhkan aplikasi daripada sekedar teori. Penanaman nilai pada beberapa mata pelajaran yang selama ini lebih menekankan aspek kognitif, telah melahirkan banyak koruptor, dari kelas teri sampai kelas paus. Potret kebangkrutan banyak “kantin kejujuran” di banyak sekolah adalah gambaran utuh kegagalan penanaman nilai-nilai kejujuran.
            Pendidikan antikorupsi tidak perlu banyak teori. Penanaman nilai-nilai kejujuran lebih banyak membutuhkan praktik, dan guru adalah model terdepan dalam memberikan tauladan menerapkan nilai-nilai kejujuran. Sering, kita sebagai guru, tanpa disadari melakukan korupsi kecil-kecilan, misalnya korupsi waktu. Seorang guru yang sering terlambat masuk kelas akan menanamkan pemahaman dalam diri anak bahwa korupsi waktu adalah sesuatu yang diperbolehkan.
            Konsep learning to do, dalam penanaman nilai apapun akan lebih efektif dari pada sekedar penyampaian verbal, kata-kata tanpa disertai aplikasi nilai dalam kehidupan nyata. Saat seorang guru menyampaikan bahwa korupsi itu dilarang oleh agama dan melanggar hukum, peserta didik harus ditunjukkan tauladan tidak korupsi itu seperti apa. Guru selalu masuk kelas dengan tepat waktu adalah contoh kecil tindakan antikorupsi. Guru harus melakukan penegakan hukum dalam konteks pembelajaran di kelas saat menjumpai seorang peserta didik berbuat tidak jujur saat ulangan. Anak disadarkan bahwa berbuat tidak jujur (termasuk korupsi) akan memperoleh hukuman balasan terhadap tindakan itu (punishment).
            Saat pendidikan antikorupsi menjadi bagian dari kurikulum, entah terintegrasi dengan mata pelajaran yang ada atau berdiri sebagai mata pelajaran, membawa konsekuensi adanya konsistensi antara kajian teoritis dan implementasi nilai-nilai kejujuran dan antikorupsi dalam kehidupan sekolah, rumah tangga dan masyarakat. Jangan sampai guru menanamkan nilai-nilai kejujuran dan antikorupsi, namun di sekolah dipertontonkan perbuatan yang tidak menjunjung tinggi nilai kejujuran. Misalnya, saat Ujian Nasional (Unas), sekolah melalui guru mempertunjukkan sikap yang tidak menjunjung tinggi nilai kejujuran dengan memberikan bocoran jawaban kepada siswa.
            Jika nilai-nilai kejujuran telah disimpan dalam peti besi, dan sekolah merestui praktik kecurangan, maka penanaman nilai-nilai kejujuran yang dikemas dalam bentuk apapun akan kurang bermakna. Ambivalensi (sikap mendua) antara keinginan menanamkan nilai-nilai kejujuran (antikorupsi) dan tumbuhnya sikap permissif terhadap kecurangan di dalam sekolah akan menyebabkan peserta didik menjadi bingung. Akhirnya, peserta didik akan memilih sesuai pilihan hatinya, meski sering pilihan itu hasil bujuk rayuan setan untuk menggelincirkan manusia ke jurang kenistaan.
            Pendidikan antikorupsi, akan bernasib sama dengan pendidikan moral Pancasila dan  pendidikan agama jika dilaksanakan dengan pola pendekatan yang sama, dikuasai konsep dan teorinya namun tidak pernah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kegagalan penanaman nilai-nilai dalam kurikulum pendidikan nasional terletak pada terlalu besarnya  porsi pengembangan ranah kognitif dibandingkan dengan ranah psikomotor dan afektif. Evaluasi hasil belajar saat ini lebih banyak digunakan untuk mengukur ranah kognitif.
            Setelah berbagai cara dilakukan untuk memberantas korupsi di negeri ini, namun indeks korupsi di negeri ini tidak pernah menurun, lalu dunia pendidikan digadang-gadang dapat menurunkan angka korupsi secara efektif  melalui kurikulum antikorupsi. Optimisme harus tetap ditanamkan kepada setiap usaha yang dapat membangkitkan negeri ini dari keterpurukan, termasuk memberantas korupsi. Bila usaha-usaha untuk memberantas korupsi selalu dilemahkan, tunggulah kehancuran negeri ini.
            Akhirnya, kita semua berharap pendidikan antikorupsi dalam kurikulum pendidikan nasional dapat memberikan kontribusi positif untuk membangun sebuah peradaban baru di negeri ini, negeri yang bebas korupsi. Semoga.

02 November 2013

Tahapan Model Pembelajaran Langsung Slavin



Slavin (2003:222) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut.
1)    Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa.
Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.
2)    Mereviu pengetahuan dan keterampilan prasyarat.
Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.
3)    Menyampaikan materi pelajaran.
Dalam fase ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya.
4)    Melaksanakan bimbingan
Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep.
5)    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih.
Dalam tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
6)    Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik.
Guru memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
7)    Memberikan latihan mandiri.
Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari.

20 September 2013

Menunggu Pengumuman Seleksi Administrasi Beasiswa S2 P2TK Guru SMP Tahun 2013

Melanjutkan kuliah S2 gratis adalah semua impian sarjana (S-1), terutama bagi yang memiliki obsesi untuk meningkatkan kompetensi dan secara finansial tidak mampu untuk melanjutkan kuliah. Demikian juga dengan saya, sudah lama memiliki niat untuk kuliah S-2, namun selalu saja dana hasil sertifikasi guru yang sudah saya terima setahun ini habis untuk keperluan yang lain. Mestinya saya harus menyisihkan sebagian dana sertifikasi untuk meningkatkan kompetensi saya sebagai guru, namun itu semua terkalahkan oleh kebutuhan lain yang sulit untuk dihindarkan.

Sekitar setengah bulan yang lalu, saya membaca sebuah tawaran beasiswa s2 untuk guru SMP dari P2TK Dikdas Kemendiknas, melalui sebuah tautan di FB. Saya buka tautan tersebut dan saya baca persyaratannya, dan semua syarat yang ada disitu saya bisa memenuhinya. Usia, IP (meskipun sangat mepet ke batas minimal J), dan masa kerja. Niat melanjutkan s2 jadi muncul lagi. Saya browsing di internet untuk mencari info yang lebih lengkap, dan saya menemukan petunjuk teknisnya. Saya juga sempat ke Dinas Pendidikan untuk menanyakan perihal tawaran beasiswa tersebut. Hanya  sayang di Dispendik Kabupaten tidak banyak info yang saya peroleh karena surat dari propinsi maupun dari pusat tidak ada. Akhirnya, kasubag ketenagaan menyarankan saya untuk langsung mengirim saja proposal beasiswa itu ke Jakarta. Padahal diketentuan petunjuk teknisnya proposal itu harus dikirim melalui Dispendik Kabupaten/kota. Termasuk saya menanyakan surat ijin belajar, menurut penjelasan kasubag ketenagaan itu akan dibuat setelah diterima. Saya mengiyakan dan langsung pulang.

Saya masih ragu untuk mengirimkan proposal beasiswa, pasalnya setelah saya browsing di internet, bila seorang guru yang sudah sertifikasi melaksanakan ijin belajar, maka tunjangan profesinya akan dicabut. Saya jadi gamang, antara mau mencoba dan membiarkan informasi tawaran beasiswa itu berlalu begitu saja. Uang TPP bagi saya masih sangat diharapkan kehadirannya. Namun, ada sebuah pandangan di forum dialog FB, sorang komentator  mengatakan jika dia diberi pilihan antara beasiswa s2 dan uang TPP dia akan memilih beasiswa s2, karena dia berpandangan bahwa rejeki itu tidak pernah tertukar, dan menurut dia jika dikalkulasi uang yang dia terima dari program beasiswa itu lebih besar dari pada uang TPP.

Akhirnya, saya putuskan mengirimkan proposal beasiswa s2 dengan niat yang masih kurang mantap. Salah satu persyaratan berupa surat keterangan ijin belajar tidak saya sertakan karena berpatokan pada informasi dari dinas pendidikan di atas. Kalau memang ditakdirkan untuk lolos seleksi administrasi ya alhamdulillah, bila tidak, barangkali harus biaya mandiri tahun depan.

INFO : yang membutuhkan pedoman beasiswa S2 tahun 2014, bisa dilihat disini.
Silahkan baca :

Undangan Seleksi Masuk Program S-2 bagi Guru SMP

INFO BARU :

Melalui surat pemberitahuan hasil seleksi kualifikasi S2 Nomor 8102/C5.2/LL/2013 tertanggal 10 Oktober 2013, Dirjen Dikdas Kemdikbud mengumumkan daftar nama-nama calon penerima bantuan beasiswa. Kepada seluruh calon peserta yang namanya tercantum didalam lampiran agar mendaftar ulang dimasing-masing Universitas sebagai berikut :
  1. Universitas Pendidikan Indonesia. PPs UPI Jl. Setiabudi Bandung Tanggal 21 s.d 28 Oktober 2013.
  2. Universitas Negeri Yogyakarta. PPs UNY Kampus Karang Malang Yogyakarta, 55281 Telp. 0274-550836 Tanggal 21 s.d 28 Oktober 2013.
  3. Universitas Negeri Surabaya. PPs Unesa Kampus Ketitang Gedung K9 Telp. 031-8293484 Tanggal 21 s.d 28 Oktober 2013.
  4. Universitas Negeri Malang. PPs UM Jl. Semarang 5 Malang Tanggal 21 s.d 28 Oktober 2013.
Jika tidak melakukan daftar ulang pada jadal yang ditentukan maka dinyatakan gugur. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
  1. Surat Ijin Belajar dari Dinas Pendidikan/BKD Kab/Kota setempat rangkap 2.
  2. SPPD Pusat yang sudah ditanda tangani oleh pimpinan unit kerja masing-masing.
  3. Materai 6000 sebanyak 2 lembar.
  4. NPWP a.n peserta
  5. Membawa laptop dan alat tulis.
Dokumen mengenai hal ini, baik itu persyaratan secara lengkap, penjelasan secara rinci mengenai bantuan dana kualifikasi S-2 serta daftar nama-nama calon peserta dapat diunduh dibawah ini :
  1. Pengumuman hasil seleksi peningkatan kualifikasi S-2 bagi PTK jenjang SD.
  2. Lampiran 1. Persyaratan Akademis.
  3. Lampiran 2. Daftar peserta yang dinyatakan lolos seleksi di UNY.
  4. Lampiran 3. Daftar peserta yang dinyatakan lolos seleksi di UM.
  5. Lampiran 4. Daftar peserta yang dinyatakan lolos seleksi di UNS.
  6. Lampiran 5. Daftar peserta yang dinyatakan lolos seleksi di UPI.
  7. Lampiran 6. Ketentuan bai peserta.
(Sumber : http://layananptk.net)

  Beasiswa S-2 bagi Guru SD dan SMP tahun 2016

04 Mei 2013

Tidak Sekedar Ganti Menteri Ganti Kurikulum



Adagium “ganti menteri ganti kurikulum”, begitu melekat dalam persepsi publik (masyarakat). Persepsi yang demikian menunjukkan kegagalan fungsi edukasi Kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud) terhadap masyarakat terhadap perubahan kurikulum.
            Kurikulum pendidikan pada suatu negara tidak boleh statis atau mengalami stagnasi pada suatu titik. Kurikulum pendidikan akan selalu di update untuk mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula yang sedang terjadi di negara kita saat ini. Pemerintah melalui Kemdikbud  telah mengintroduksi kurikulum baru, yakni kurikulum 2013 yang akan menggantikan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
            Perubahan kurikulum yang didasarkan atas perbaikan konten kurikulum sehingga adaptif terhadap perubahan jaman mutlak diperlukan.  Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mulai berlaku sejak tahun 2006 dipandang oleh Kemdikbud perlu dirombak karena dipandang masih memiliki beberapa kelemahan, misalnya : konten kurikulum masih terlalu padat; kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi; kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; dan standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.
            Ketika Mendikbud M. Nuh menyampaikan beberapa hal terkait dengan draf kurikulum baru (2013) di media massa, sering membuat stakeholder  dunia pendidikan terkaget-kaget dengan perubahan kurikulum tersebut. Misalnya penghapusan mata pelajaran IPA dan IPS di SD, atau penghapusan pelajaran TIK  di tingkat SMP. Juga rencana tidak akan mewajibkannya para tenaga pendidik untuk membuat silabus.
            Satu hal yang mungkin tidak membuat kaget pemerhati dunia pendidikan adalah penonjolan nilai perilaku, kepribadian dan budi pekerti/pendidikan karakter dalam kurikulum 2013. Konten pendidikan karakter sudah cukup lama diidealisasi untuk diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan nasional. Dunia pendidikan dianggap dapat menjadi sarana yang efektif untuk menanamkan karakter budi pekerti luhur untuk mengobati dekadensi moral yang sedang dialami bangsa ini.   
            Ada hal baru yang cukup menarik untuk diperbincangkan dalam kurikulum 2013, yaitu dicabutnya kewenangan guru untuk menyusun silabus. Pemerintah akan mengambil alih kembali dalam penyusunan silabus. Menurut Mendikbud, kebijakan ini diperlukan karena kualitas guru belum mampu untuk membuat silabus tersebut. Ah, begitu rendahkah kualitas guru kita sehingga menyusun silabus saja tidak mampu? Meskipun begitu, kebijakan tersebut pasti akan disyukuri oleh sebagian guru karena merasa sebagian beban pekerjaannya berkurang.
            Jika kurikulum 2013 hanya memberi ruang kepada guru dalam hal penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), karena kewenangan menyusun silabus telah “dicabut” maka guru hanya perlu menyiapkan mental untuk menumbuhkan komitmen secara sungguh-sungguh turut mengawal suksesnya kurikulum 2013, sambil menunggu pelatihan (diklat) yang rencananya akan segera dilakukan pada bulan April kepada guru-guru.
            Pada tahap awal pemberlakuan kurikulum baru, meskipun telah melalui uji publik, pasti akan menimbulkan kegaduhan. Ada yang merasa diuntungkan namun juga pasti ada yang merasa dirugikan saat kurikulum baru diterapkan. Rencana penghapusan jurusan di SMA, dan penerapan mata pelajaran berdasarkan pilihan akan berdampak pada terkuranginya jam pelajaran tertentu, karena kurangnya peminat terhadap mata pelajaran tersebut. Namun, pada sisi yang lain akan menyebabkan jam yang overload pada mata pelajaran yang peminatnya banyak. Dan, jika hal ini tidak diantisipasi dari awal tentu akan memunculkan permasalahan baru.
            Rencana penghapusan mata pelajaran TIK di SMP mendapat respon yang cukup banyak dalam uji publik kurikulum 2013. Yang paling banyak adalah menanyakan nasib guru-guru yang sudah disertifikasi pada mata pelajaran TIK. Penghapusan mata pelajaran TIK dan TIK akan menjadi media untuk semua mata pelajaran di SMP membuat banyak guru TIK di SMP resah. Mereka mempertanyakan posisi mereka (guru TIK) dalam struktur kurikulum 2013. Saat fakta belum semua guru menguasai perangkat  TIK, ada wacana menjadikan guru TIK sebagai guru pembimbing TIK bagi guru-guru mata pelajaran dan pembimbingan tersebut dapat dikonversikan dalam jam pelajaran.
            Meski dengan alasan menjalankan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 pada sektor pendidikan, tetap terkesan kurikulum 2013 tidak disiapkan secara matang. Dan jika ini benar, maka akan banyak menimbulkan masalah baru pada tahap awal pemberlakuannya. Jika Kemdikbud belum terlalu siap untuk memberlakukan kurikulum 2013 lebih baik mengundurkan waktu penerapannya yakni  pada tahun 2014.
            Bila pemerintah tetap percaya diri dan kokoh pada pendiriannya untuk menerapkan kurikum baru tersebut pada tahun 2013, maka optimisme harus tetap ditanamkan. Setiap perubahan idealismenya adalah berubah menjadi lebih baik. Sisa waktu yang amat pendek ini harus benar-benar digunakan oleh Kemdikbud untuk memfinalisasi kurikulum 2013 sehingga tidak kontraproduktif dalam pelaksanaannya, karena beberapa bagian dari kurikulum baru tersebut masih menjadi diskusi publik dan kontroversial. Semoga kurikulum ini tidak sekedar ganti menteri ganti kurikulum.

29 Januari 2013

Mengapa belajar Bahasa Indonesia harus lebih lama daripada belajar IPA?


 Struktur kurikulum SMP, dalam draf kurikulum 2013, jumlah alokasi waktu pelajaran Bahasa Indonesia menjadi 6 jam, yang asalnya 4 jam pelajaran. Sedangkan mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) yang asalnya 4 jam bertambah menjadi 5 jam pelajaran.
                Dalam hati kecil kadang muncul pertanyaan lucu dan naif (mungkin bagi sebagian orang tidak lucu), kita ini tinggal di Indonesia, sehari-hari banyak yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi, tapi mengapa kita masih memerlukan waktu yang terlalu banyak untuk belajar bahasa Indonesia? Apakah ini bukan berarti pemborosan waktu?
                Lalu, saya membandingkan dengan pelajaran IPA, dimana ilmunya lebih banyak  diadopsi dari luar negeri, ternyata hanya mendapat alokasi waktu 5 jam pelajaran seminggu. Apakah ini dianggap siswa SMP di negeri ini lebih mudah mempelajari mata pelajaran IPA daripada belajar bahasa Indonesia, sehingga waktu belajar IPA lebih singkat dari belajar bahasa Indonesia?
                Entahlah, karena saya bukan pakar kurikulum, maka bila struktur kurikulum tetap seperti itu ya tetap harus diikuti meski dengan tanda yang terus menggelayut dalam hati. Mengapa harus begitu ya?

Pencabutan Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 371/M/2021 tentang Program Sekolah Penggerak.

Nasib Program Sekolah Penggerak setelah pergantian Menteri Pendidikan dari Nadiem Anwar Makarim ke Abdul Mu'ti, terjawab sudah. Melalui ...