Tampilkan postingan dengan label Kliping. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kliping. Tampilkan semua postingan

16 April 2013

SK Belum Keluar, Bukan Kiamat

Jakarta (Dikdas): Menanggapi sejumlah guru yang gelisah lantaran namanya belum terjaring dalam aplikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sehingga terancam tak mendapat tunjangan, Sumarna Surapranata, Ph.D., Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, mengatakan mereka tak perlu khawatir. Jika data belum terjaring, kemungkinan besar pengisian instrumen pendataan oleh operator sekolah belum lengkap. Maka yang perlu dilakukan adalah melengkapi instrumen pendataan.

“Bagi guru yang tidak keluar SK-nya sekarang, itu bukan kiamat. Silakan melengkapi persyaratan-persyaratan, nanti di tengah jalan akan keluar. Haknya dari bulan Januari tidak hilang,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa 9 April 2013. Setelah data lengkap dan Surat Keputusan (SK) keluar, guru mendapat tunjangan secara rapel tanpa ada pemotongan sepeserpun.

Sumarna mengakui, penjaringan Dapodik belum mencapai 100 persen. Itu terjadi lantaran banyak kendala di lapangan, seperti terbatasnya akses dan jaringan internet di sebuah daerah. Namun jumlahnya kecil, kini sekitar 3,5 persen.

Tapi bukan berarti pihaknya tinggal diam. Selain melalui Dapodik, penjaringan data dilakukan pula dengan pengecekan secara manual. Operator sekolah yang bersangkutan dihubungi baik melalui telepon, pesan layanan singkat, ataupun surat. Kepala sekolah dan dinas pendidikan setempat juga turut dihubungi. Dengan begitu, penjaringan instrumen pendataan akan cepat tuntas.

Sumarna menyampaikan, tunjangan khusus yaitu tunjangan untuk guru-guru yang mengabdi di kawasan yang tergolong daerah khusus telah tersalur 100 persen. Dana tunjangan dikirim ke rekening masing-masing guru. “Kalau tunjangan profesi baru tersalurkan sekitar 40 persen,” ungkapnya.* (Billy Antoro
  

25 Januari 2013

Seputar kegiatan USAID Prioritas


Dubes AS: Prioritas USAID Tingkatkan Kualitas Guru
06 Des 2012 13:51:13| Pendidikan/Pesantren | Penulis : Edy M Yakub
Surabaya - Duta Besar AS untuk Indonesia, Scot Marciel, menilai program "Prioritas USAID" atau "Prioritizing Reforms Innovation and Opportunities for Reaching Indonesia's Teachers, Administrators, and Students USAID" (mengutamakan pembaharuan, inovasi, kesempatan bagi guru, tenaga kependidikan, dan siswa) untuk meningkatkan kualitas guru.

"Jadi, para guru akan bisa mengajar lebih baik lagi, agar guru tidak mengantuk. Itu karena pendidikan itu memang dimulai dari guru. Saya senang dengan program ini, karena program itu akan meningkatkan kualitas guru, tenaga kependidikan, dan puluhan ribu siswa pada 15 kabupaten/kota di Jawa Timur selama lima tahun (2012-2017)," katanya di Surabaya, Kamis.

Ia mengemukakan hal itu saat meluncurkan program "Prioritas USAID" di Surabaya dengan didampingi Konsul Jenderal AS di Surabaya Joaquin F Monserrate, Direktur Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) Derrick Brown, Kepala Program "Prioritas USAID" Stuart Weston, dan Kepala Kanwil Kemenag Jatim Drs HM Sudjak MAg yang mewakili Gubernur Jatim Soekarwo.

Sebelumnya, sejumlah siswa SD Hang Tuah 10, Juanda, Sidoarjo mengawali peluncuran itu dengan peragaan, tarian, dan celoteh yang menyoroti sikap guru yang sering mengantuk saat mengajar di kelas dan program "Prioritas USAID" akan meningkatkan kualitas pengajaran yang akhirnya juga meningkatkan kualitas siswa.

"Tanpa pendidikan yang baik, masyarakat akan sulit bersaing, karena itu program USAID yang merupakan kelanjutan dari program DBE (Decentralized Basic Education) itu akhirnya juga akan meningkatkan kualitas pendidikan untuk menyiapkan siswa agar mampu bersaing di masa depan," kata diplomat senior AS itu.

Menurut Scot Marciel, program USAID itu merupakan bagian dari Kemitraan Komprehensif yang disepakati Presiden Obama dan Presiden Yudhoyono pada tahun 2010. "Pendidikan itu merupakan program utama dalam Kemitraan Komprehensif, karena kedua pemimpin itu menyadari pendidikan akan membuat masyarakat kedua negara bisa berhasil dalam persaingan," katanya.

Di sela-sela diskusi dengan kalangan pers di Surabaya, ia menegaskan bahwa pihaknya mengucurkan dana sebesar 83 juta dolar AS untuk program Prioritas USAID se-Indonesia. "Ada sepuluh provinsi yang menerima program itu, tapi bentuk programnya bisa berbeda, seperti Jayapura yang menekankan untuk pendidikan dasar," katanya.

Setelah meresmikan program itu dengan memukul gong, Dubes AS menandatangani nota kesepahaman untuk program itu dengan pimpinan dari 13 kabupaten/kota di Jatim yang menjadi sasaran program itu serta pimpinan dari tiga universitas yakni Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Negeri Malang (UM), dan IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Ke-13 kabupaten/kota yang akan menerima program "Prioritas USAID" adalah delapan kabupaten/kota yang selama ini menerima program DBE dan lima kabupaten/kota baru. Program selama lima tahun itu akan menjangkau 33.600 siswa lebih dari 170 SD/MI/SMP/MTs pada 15 kabupaten/kota di Jatim.

Delapan kabupaten/kota (DBE-Prioritas) adalah Sampang, Blitar, Kota Mojokerto, Nganjuk, Tuban, Bojonegoro, Sidoarjo, dan Pasuruan, sedangkan lima mitra baru (Prioritas) adalah Kabupaten Mojokerto, Situbondo, Kabupaten Blitar, Kabupaten Madiun, dan Pamekasan.

Sementara itu, Kepala Program "Prioritas USAID" Stuart Weston menambahkan "Prioritas USAID" merupakan pengembangan dari DBE-USAID dengan peningkatan pada kerja sama dengan tiga universitas di Jatim yang mendidik calon guru, sehingga ada diseminasi program yang selama ini untuk guru dan siswa, maka akan ada pengembangan untuk calon pendidik.

"Ciri khas dari Prioritas USAID adalah menjalin kerja sama dengan LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan), sehingga akan lebih banyak manfaat dari program itu, bahkan kami mengharapkan program itu diambil alih daerah. Yang jelas, kami senang bekerja di Jatim, karena orang Jatim itu serius, punya komitmen tinggi, dan hasilnya benar-benar diterapkan," katanya.

Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro Dr Husnul Khuluq MM menyampaikan testimoni. "Kami menilai DBE itu bermanfaat untuk perencanaan pendidikan, akuntabilitas, pembelajaran yang efektif, dan mengubah paradigma guru agar lebih kreatif, karena itu kami mengambil program itu dan memasukkan dalam APBD," katanya. (*)

Pencabutan Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 371/M/2021 tentang Program Sekolah Penggerak.

Nasib Program Sekolah Penggerak setelah pergantian Menteri Pendidikan dari Nadiem Anwar Makarim ke Abdul Mu'ti, terjawab sudah. Melalui ...