25 Agustus 2014

Membangun Generasi Cerdas Komprehensif



Oleh: Wahyudi Oetomo
            Ibarat generasi emas Indonesia adalah sebuah busana kebesaran yang kelak akan dipakai menjadi busana kebangggaan, saat ini kita tengah merendanya menjadi busana yang indah. Sebuah pekerjaan yang tidak ringan, dan cukup banyak pernak-pernik yang harus disiapkan dalam rangka mencetak generasi emas Indonesia.
            Dalam sambutan memperingati hari pendidikan nasional 2014, Mendikbud, M. Nuh, menyampaikan: “Insya Allah, melalui kurikulum 2013, anak-anak kita akan memiliki kompetensi utuh yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Itu semua kita lakukan dalam rangka mempersiapkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, mampu berpikir orde tinggi, berkarakter, serta cinta dan bangga menjadi bangsa Indonesia, Dengan generasi emas itulah, kita bangun peradaban Indonesia yang unggul, menuju kejayaan Indonesia 2045.”
                Di tengah kontroversi pemberlakuan kurikulum 2013, ternyata bagian penting dari bangunan pendidikan nasional, yakni kurikulum 2013 diletakkan sebagai bagian yang sangat sentral dalam mempersiapkan generasi emas. Kurikulum 2013 yang menurut sebagian pemerhati pendidikan terlalu dipaksakan untuk diterapkan pada tahun pelajaran yang akan datang (2014/2015) telah dianggap sebagai sarana ideal untuk menyiapkan generasi yang unggul.
            Investasi sumber daya manusia (SDM) adalah investasi jangka panjang. Membangun generasi emas di masa depan, sebagai bentuk investasi SDM jangka panjang, dibangun melalui dunia pendidikan yang bermutu. Jangan pernah bermimpi membangun generasi emas yang cerdas komprehensif di masa depan bila kualitas pendidikan nasional masih termarjinalisasi oleh paradigma pendidikan yang berorientasi kuantitas. Bila insan pendidikan beserta pemangku kepentingannya lebih bangga akan kelulusan seratus persen dari pada mengedepankan kejujuran, maka obsesi membangun generasi emas yang cerdas komprehensif hanyalah fatamorgana.
            Harapan membentuk generasi emas melalui grand design pendidikan, yang menekankan pada pendidikan dasar berkualitas dan merata, tentu saja harus tetap ditumbuhkan. Bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif yang lebih tinggi dibandingkan jumlah usia anak-anak dan orang tua  pada tahun 2045, akan menjadi bonus yang memiliki nilai tambah jika desain pendidikan nasional mampu membangun generasi yang saat ini masih berada di rentang usia 0 – 20 tahun  menjadi generasi unggul. Namun, bonus itu justru jadi beban bila dunia pendidikan kita tidak mampu mengantarkan generasi “bonus” itu menjadi generasi cerdas komprehensif. Pendidikan yang mencerdaskan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang kini sedang dibangun oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk merealisasikan generasi emas di tahun 2045, sebagai hadiah ulang tahun ke-100 kemerdekaan RI.
            Dinamika dunia pendidikan dua tahun terakhir, sebagai bagian merenda generasi emas, secara objektif sebagian orang mungkin kehilangan optimisme. Berbagai peristiwa dalam dunia pendidikan belakangan ini mendegradasi optimisme itu. Kasus kebocoran soal UN, perkelahian pelajar, kekerasan di sekolah, pelecehan seksual di sekolah, pemalsuan ijazah, penjiplakan karya ilmiah, korupsi dana BOS, penolakan penerapan kurikulum baru, dan beberapa peristiwa lain yang kurang lebih memiliki “rasa” yang sama.
            Jika obsesi merenda generasi emas benar-benar ingin diwujudkan, pemerintah melalui Kemdikbud harus melakukan langkah frontal yang bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan. Langkah pertama, menyusun kurikulum yang mengakomodasi kebutuhan siswa yang menguasai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Bukan kurikulum yang ganti menteri ganti kurikulum. Kurikulum yang hebat tak akan banyak bermakna bila guru pelaksana di lapangan bukan guru-guru hebat yang berkualitas. Kemdikbud memiliki kewajiban merekrut guru-guru yang berkualitas untuk mengantar generasi emas yang kita diimpikan. Langkah lain yang harus juga dilakukan oleh Kemdikbud adalah menghilangkan praktik-praktik kontraproduktif terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Misalnya, penghapusan Ujian Nasional, atau dibiarkan tetap ada namun hanya sebagai alat pemetaan kualitas pendidikan nasional.
            Membebankan upaya menciptakan generasi emas yang cerdas komprehensif hanya kepada pemerintah melalui Kemdikbud sangat tidak adil. Upaya merenda generasi emas melalui peningkatan kualitas pendidikan harus juga dipikul oleh masyarakat dan orang tua. Kontribusi masyarakat dan orang tua bisa dalam bentuk kontribusi apa saja yang penting muaranya memberikan efek stimulasi pada peningkatan kualitas pendidikan, baik formal maupun informal.
            Akhirnya, kita berharap grand desaign yang telah dibangun oleh pemerintahan yang sekarang (era Presiden SBY), sebagai desain jangka panjang tidak serta merta diganti total oleh pemerintahan yang baru. Penyesuaian tetap perlu dilakukan agar seirama dengan visi pemerintahan yang baru, namun  kita berharap road map pendidikan jangka panjang yang konsisten tetap harus kita miliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pidato Mendikbudristek untuk upacara peringatan Hardiknas 2023.pdf

     Teks bisa di unduh disini