06 Februari 2013

Penguatan Kemampuan Bahasa Nasional untuk Bersaing si Arena Global


            Saat mindset kita terpola bahwa “menguasai bahasa Inggris adalah kunci memenangkan persaingan di arena global”, maka penguasaan bahasa Inggris menjadi sangat didewakan. Saat pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP), sekolah dasar (SD) merespon otonomi sekolah dengan memasukkan pelajaran bahasa Inggris dalam muatan lokal. Bahkan, banyak sekolah menerapkan pelajaran bahasa Inggris mulai dari kelas satu. Bisa dibayangkan susahnya guru kelas satu saat mengajarkan membaca dalam membaca dalam bahasa Inggris, sementara membaca bahasa Indonesia saja mereka masih harus di eja.
Dari awal pelajaran bahasa Inggris di SD hanyalah muatan lokal, bukan mata pelajaran wajib. Dalam rancangan kurikulum 2013, mata pelajaran bahasa Inggris tetap tidak dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib. Menurut penulis, kebijakan untuk tidak memasukkan mata pelajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib dalam struktur kurikulum SD adalah langkah tepat. Penguatan bahasa Indonesia harus dilakukan terlebih dahulu baru selanjutnya penguatan bahasa asing.
Bila ada kekhawatiran orang tua, andaikata bahasa Inggris diajarkan saat anak beranjak dewasa maka akan sulit untuk menguasainya, adalah kekhawatiran yang wajar. Namun, kurikulum pendidikan tak harus selalu selaras dengan keinginan orang tua. Perlu edukasi yang intens dari kemendikbud kepada orang tua, agar arah kurikulum pendidikan juga dipahami oleh orang tua. Jangan sampai terjadi deviasi pelaksanaan kurikulum hanya karena mengakomodasi keinginan orang tua, tanpa pemahaman kurikulum secara utuh.
Andaikata orang tua masih tetap ingin mengajarkan bahasa Inggris sejak dini, bisa  melalui pendidikan ekstrakurikuler, les, ataupun di lembaga kursus. Mengajarkan bahasa Inggris pada anak SD jangan sampai membebani, mereka cukup dibekali dengan penguasaan kosa kata dengan cara yang menyenangkan.
Penguatan bahasa Indonesia perlu dilakukan sejak dini. Melalui penguatan bahasa Indonesia sejak dini, diharapkan akan tumbuh jiwa nasionalisme sejak usia dini. Penguatan bahasa Indonesia pada usia dini memiliki banyak manfaat. Pendidikan karakter melalui media pelajaran bahasa Indonesia sangat strategis. Apalagi, saat ini ditengarai rasa nasionalisme anak-anak dan remaja kita kian menurun. Indikasinya, mereka lebih menyukai produk-produk dan budaya asing daripada budaya bangsanya sendiri.
Penguatan bahasa nasional, tak cukup dengan hanya menambah jam pelajaran bahasa Indonesia, dan meniadakan pelajaran bahasa asing di tingkat sekolah dasar. Saat pelajaran bahasa Indonesia hanya menjadi sebuah kumpulan kosa kota, tanpa menyentuh ruh budaya nasional secara intens, misalnya menambah muatan pelajaran sastra yang berakar dari budaya nasional.
Ada fakta yang menarik, orang jepang, kemampuan bahasa Inggrisnya rendah, namun bangsa Jepang berhasil menguasai ekonomi dunia. Lalu, akankah kita akan menjadi khawatir kalah berkompetisi di tingkat global karena kita tidak mahir berbahasa Inggris? Demikian juga ketika ada pertanyaan, apakah penghapusan bahasa Inggris di SD akan berdampak terhadap prestasi siswa-siswa Indonesia di event internasional yang saat ini mulai bangkit? Rasanya kekhawatiran itu terlalu berlebihan, kalau tidak mau dikatakan naif. Anak-anak yang berprestasi di tingkat internasional saat ini, bisa jadi saat SD-nya mereka tidak pernah memperoleh pelajaran bahasa Inggris, karena penerapan mulok bahasa Inggris di SD mulai diberlakukan sejak kurikulum KTSP, tahun 2006.
Tidak memasukkan bahasa Inggris dalam struktur kurikulum SD sebagai mata pelajaran wajib, pasti ada pro dan kontra. Meski wacana yang berkembang kadang keluar konteks, karena dari awal bahasa Inggris di SD bukan mata pelajaran wajib, maka istilah penghapusan pelajaran bahasa Inggris dalam draf kurikulum 2013 jelas tidak tepat. Kemendikbud, melalui Wamendikbud Musliar Kasim telah mengklarifikasi tentang hal tersebut. Meskipun demikian, Musliar Kasim, tetap mempersilahkan bagi sekolah yang akan tetap menerapkan pelajaran bahasa Inggris sebagai muatan lokal, asalkan tidak membebani siswa. Namun, setelah melihat draft struktur kurikulum 2013 untuk SD, muatan lokal menjadi materi pembahasan Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, sehingga pelajaran bahasa Inggris akan diselipkan di mana?
Kurikulum 2013 memang masih belum disyahkan, respon masyarakat utamanya stackholder pendidikan dalam uji publik kurikulum 2013 luar biasa, hingga 23 Desember 2012 sekitar 16.000 orang berpartisipasi secara daring (online). Ini memberikan gambaran bahwa banyak harapan digantungkan pada kurikulum baru tersebut. Masyarakat menginginkan kurikulum yang ideal. Masyarakat tinggal menunggu, apakah respon yang diberikan akan menjadi pertimbangan untuk memperbaiki draft kurikulum 2013, atau tanggapan yang luar biasa banyak itu hanya akan masuk tong sampah?
Penulis tidak punya data, apakah dari sekian ribu tanggapan yang masuk ke website kemdikbud, ada yang menyoal tentang tidak dimasukkannya bahasa Inggris dalam mata pelajaran wajib di SD? Tanggapan secara daring memang hanya searah, bila ingin berjuang menyampaikan aspirasi terhadap perubahan kurikulum akan lebih efektif melalui dialog interaktif. Uji publik perubahan kurikulum melalui diskusi interaktif secara offline mestinya lebih banyak dibuka selain secara sinergis memberi ruang melalui online.
Kita berharap, hadirnya kurikulum 2013 tidak hanya sekedar “ganti menteri ganti kurikulum”. Kurikulum 2013 diharapkan menjadi sarana mengantisipasi kebutuhan kompetensi di masa depan. Bersaing di tingkat global dengan kemandirian lokal. Saatnya kita bangga dengan apa yang kita miliki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pidato Mendikbudristek untuk upacara peringatan Hardiknas 2023.pdf

     Teks bisa di unduh disini