Tujuan pemerintah melalui Mendiknas, untuk
mengintegrasikan hasil UN dengan SNMPTN adalah untuk menghindari pendidikan
yang tersegmentasi antara pendidikan anak usia dini, dasar, menengah, hingga
perguruan tinggi. Semua jenjang pendidikan itu justru harus bisa terintegrasi,
yang salah satunya dengan memanfaatkan hasil UN. Meskipun tujuan UN dan ujian
seleksi masuk PTN berbeda, jelas Mendiknas, sebenarnya tetap bisa dicari titik
temunya. Hal ini akan terus dibahas dengan pimpinan PTN dengan semangat untuk
mengintegrasikan semua jenjang pendidikan serta untuk menghasilkan efisiensi
waktu, dana, dan energi dalam pelaksanaan UN- seleksi nasional masuk perguruan
tinggi negeri (SNMPTN).
Seandainya
Moh. Nuh masih menjabat rektor ITS Surabaya, mungkin keinginan untuk
mengintegrasikan ujian nasional (UN) pada tingkat SMA dengan seleksi masuk
perguruan tinggi negeri (SNMPTN) tidak akan pernah muncul di benak beliau.
Dari kajian panitia SNMPTN, menunjukkan
korelasi antara nilai UN dengan nilai SNMPTN hanya menunjukkan angka 0,2 dalam
skala 0-1. Rendahnya korelasi nilai UN dengan nilai SNMPTN adalah fakta yang
membuat banyak PTN (kalau tidak mau
dikatakan semua) menolak pengintegrasian UN SMA dengan SNMPTN.
Memaksakan integrasi UN dengan SNMPTN bisa dianalogikan
dengan mengumpulkan dua orang yang akan bepergian dengan dua tujuan berbeda
dalam satu bis. Tes
UN merupakan tes untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran dan lebih
ditujukan untuk mengukur derajat pencapaian siswa dalam menyerap ilmu di
sekolah. Sedangkan tes masuk PTN , merupakan tes yang menyangkut minat dan
bakat peserta untuk mengikuti program studi di perguruan tinggi yang sesuai.
Rendahnya
korelasi nilai UN dengan nilai SNMPTN bisa jadi karena perbedaan tujuan
pelaksanaan keduanya. Namun, dugaan terbesar penyebab rendahnya korelasi nilai
UN dengan nilai SNMPTN adalah praktek kecurangan dalam pelaksanaan UN. Nilai UN hasil kecurangan tidak merepresentasi
kemampuan asli peserta UN. Angka sempurna (10) dalam nilai UN, saat ini menjadi
hal yang mudah untuh diraih peserta UN, termasuk pada mata pelajaran yang
selama ini dianggap momok oleh para siswa, misalnya matematika, bahasa Inggris,
fisika, kimia.
Rektor Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Priyo Suprobo, sekaligus Koordinator Tim Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) SNMPTN 2010 mengatakan jika korelasi rata-rata nasional UN
dengan nilai SNMPTN sudah lebih dari 0,5 mungkin bisa dipertimbangkan UN untuk
dijadikan seleksi masuk perguruan tinggi negeri. Namun, jika korelasi di bawah
0,5 rasanya sulit UN dijadikan seleksi masuk PTN.
Yang menjadi pertanyaan, jika tujuan
pelaksanaan UN dan SNMPTN secara nyata berbeda, mungkinkah korelasi UN dan
SNMPTN akan mencapai angka 0,5? Fakta yang menarik disampaikan oleh Tim
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) SNMPTN 2010, peringkat kelulusan UN
tahun 2010 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta rendah. Namun, SNMPTN justru
peringkat satu dan korelasinya mencapai 0,4. ”Sebaliknya, Provinsi Bali yang
hasil UN-nya tinggi, untuk SNMPTN di peringkat antara 10 atau 11. Fakta di atas
semakin menguatkan argumentasi, untuk saat ini, bukan langkah yang tepat
mengintegrasikan UN dengan SNMPTN.
Jika belajar dari integrasi Ujian
Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) dengan penerimaan peserta didik baru
di tingkat SMP, dan integrasi UN dan penerimaan peserta didik baru di tingkat
SMA, rasanya integrasi UN dan penerimaan SNMPTN perlu kajian yang integral
sehingga memuaskan semua pihak. Akibat distorsi dalam pelaksanaan UASBN di
tingkat SD dan UN di tingkat SMP, nilai yang diperoleh siswa sering hanya
capaian semu. Sehingga sering beberapa sekolah di tingkat SMP dan SMA terpaksa
mengadakan tes tulis untuk menjaring peserta didik baru. Atau, beberapa sekolah
membuka pintu lain untuk penerimaan peserta didik baru selain lewat jalur nilai
UN, misalnya lewat jalur prestasi, mirip PMDK di perguruan tinggi.
Munculnya wacana integrasi UN dengan
SNMPTN disaat keberadaan UN dipertanyakan banyak pakar pendidikan, menurut
penulis adalah sebuah wacana yang hanya akan menghabiskan energi kita untuk
sesuatu yang musykil untuk diterapkan. Jika pemerintah mengklaim pelaksanaan UN
sudah berada di jalurnya, dan dengan alasan efisiensi memunculkan ide integrasi
UN dan SNMPTN, bagaimana dengan temuan tim TIK yang menemukan fakta rendahnya
korelasi nilai UN dengan nilai SNMPTN?
Jika UN mau tetap dipakai untuk
seleksi PTN, menurut Hamid
Hasan, ahli evaluasi pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, soal UN
harus diubah seperti dalam SNMPTN. Namun, apakah
pemerintah siap jika nanti banyak siswa yang tidak lulus. Sebab, pemerintah
cuma fokus pada banyak siswa yang lulus.
Beberapa
perubahan dalam pelaksanaan UN 2011 sebagai hasil evaluasi pelaksanaan UN tahun
sebelumnya, antara lain: perubahan kriteria kelulusan, tidak ada Tim Pemantau
Independen (TPI), ada uji petik, dan tidak ada ujian ulangan. Beberapa perubahan
UN, menurut penulis justru akan menjadi kontraproduktif terhadap kemurnian
hasil UN. Penghapusan TPI di sekolah justru akan menjadi celah bagi sekolah
penyelenggara untuk melakukan kecurangan dalam pelaksanaan UN. Perubahan
kriteria kelulusan masih meletakkan UN sebagai variabel penting dalam kriteria
pelulusan. Dan jika nilai UN SMA
dijadikan sebagai seleksi masuk PTN dan TPI tidak terlibat dalam pelaksanaan di
sekolah penyelenggara maka peluang terjadinya kecurangan akan kian besar.
Beberapa perubahan dalam pelaksanaan UN 2011 tidak serta merta akan menyebabkan
kredibilitas UN akan meningkat. Jika konsep perubahan sebagai hasil evaluasi
tidak di tindaklanjuti dengan pelaksanaan UN yang jujur tentu saja UN tetap
akan menjadi indikator semu dalam dunia pendidikan kita. Jika begitu, maka akan
sulit UN diterima oleh PTN sebagai alat seleksi masuk PTN.
Alangkah baiknya, sebelum
integrasi UN dengan seleksi SNMPTN
betul-betul diterapkan,
pemerintah bersama perguruan tinggi negeri (PTN) harus melakukan kajian
secara objektif terhadap kemungkinan pelaksanaan integrasi UN dan SNMPTN. Jika
hasilnya menunjukkan bahwa secara objektif bahwa UN dan SNMPTN tidak dapat diintegrasikan, diharapkan
pemerintah tidak memaksakan integrasi antara keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar