06 Maret 2010

FULL DAY SCHOOL DAN IMPLEMENTASINYA
Wahyudi Oetomo, SPd.
Guru SMP Negeri 1 Kamal Bangkalan

Inovasi dalam dunia pendidikan adalah sebuah keniscayaan, karena kehidupan mengalami dinamika. Pembaharuan kurikulum, metode pembelajaran, atau pengelolaan pendidikan akan terus dilakukan sejalan dengan perubahan jaman.
Munculnya berbagai inovasi dalam dunia pendidikan mestinya disikapi sebagai fenomena alamiah memenuhi kebutuhan tuntutan perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Pemberlakuan Full day school (sekolah sehari penuh) di beberapa sekolah, khususnya perkotaan, adalah fragmen kecil inovasi pendidikan, yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan dan menolong para orang tua yang sibuk.
Full day school, diadopsi dari negara-negara maju, seperti Jepang, negara Eropa, dan Amerika. Di negara-negara maju tersebut para siswa mendapat lebih banyak hari libur. Pada musim panas dan musim dingin mereka libur masing-masing bisa sampai dua bulan. Dua hari sepekan yakni pada Sabtu dan Minggu mereka libur rutin. Nah, karena banyak liburnya, para siswa di negara-negara itu disarankan mendapat pelajaran tambahan. Akhirnya, banyak sekolah menerapkan sistem full day school.
Sebagai sebuah inovasi pendidikan, penerapan full day school harus diawali dengan sebuah kajian menyeluruh terhadap semua aspek yang bersentuhan dengan penerapan sistem full day school. Adopsi berbagai praksis pendidikan dari luar negeri harus diadaptasikan dengan kondisi internal dan eksterrnal satuan pendidikan. Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang “mengharuskan” agar semua sekolah menerapkan sekolah full day (Media, Nopember 2009), menurut penulis adalah kebijakan yang tidak didasari oleh kajian yang menyeluruh dan mendalam tentang full day school.
Full day school, tidak hanya sekolah sehari penuh, tetapi lebih dari itu. Ada beberapa sekolah menerapkan full day school hanya sekedar latah, hanya sekedar mengikuti trend tanpa mempersiapkan secara matang sebelum menerapkan full day school. Beban kurikulum yang selama ini dipandang oleh banyak pakar pendidikan terlalu gemuk, kemudian semakin gemuk saat beberapa kurikulum khas lokal sekolah ditambahkan ke dalam kurikulum wajib nasional. Jika penerapan full day school hanya berbasis pada penambahan waktu belajar dan tidak mengindahkan kaidah pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan (PAIKEM), maka pemberlakuan full day school akan menjadi “penjara” bagi peserta didik.
Bagi sekolah yang sudah menerapkan full day school namun tidak menyiapkan semua kebutuhan ideal bagi sebuah sekolah sehari penuh, seperti memiliki ruangan yang nyaman untuk didiami berjam-jam, diyakini pembelajaran over time-nya akan tidak efektif. Di samping kondisi ruang belajar yang nyaman, pembelajaran di sekolah sehari penuh harus menerapkan prinsip PAIKEM. Pembelajaran konvensional, metode chalk and talk, ceramah verbal, akan sulit membuat peserta didik tahan berlama-lama di ruang belajar.
Pilihan bebarapa sekolah diperkotaan untuk menerapkan sekolah sehari penuh tidak terlepas dari prinsip suply and demand, ada permintaan ada penawaran. Banyak orang tua di kota-kota besar yang tidak memiliki waktu untuk menemani dan mengawasi anak-anak mereka setelah pulang sekolah, karena sibuk dengan pekerjaannya. Ketika beberapa sekolah menawarkan konsep sekolah sehari penuh, serta merta banyak orang tua yang berminat memasukkan anak-anaknya ke sekolah sehari penuh. Sekolah yang menerapkan konsep sekolah sehari penuh, terutama sekolah berbasis agama, laris diserbu peminat. Banyak orang tua yang tidak peduli dengan mahalnya biaya pendidikan full day school. Saat orang tua tidak memiliki waktu untuk mengawasi anak-anaknya, sekolah dipandang sebagai tempat yang paling aman bagi anak sampai orang tuanya pulang dari bekerja.
Jika banyak orang tua memasukkan anak-anaknya ke sekolah full day, semata-mata karena orang tua tidak memiliki waktu yang cukup mengawasi anak-anaknya karena sibuk bekerja, fungsi sekolah tak lebih sekedar sebagai tempat penitipan anak. Orang tua harus menyempurnakan konsep berfikirnya terhadap eksistensi full day school. Ketika orang tua hanya menganggap full day school sebagai tempat penitipan anak, orang tua tidak akan melakukan kajian mendalam terhadap kualitas sekolah yang akan dijadikan tempat sekolah anak-anaknya. Padahal pasti ada sekolah full day yang tidak didukung sarana yang cukup untuk menciptakan sekolah yang menyenangkan, bahkan manajemen kurikulumnya digarap seadanya.
Beberapa sekolah yang telah menerapkan full day, memandang keberadaannya sebagai bagian dari upaya pengembangan anak dan membantu orang tua yang sibuk. Bahkan, sebuah sekolah, Jakarta Islamic School (JISc), menerapkan konsep pendidikannya “school like at home”, sekolah seperti di rumah. Sekolah tersebut menyatukan konsep bermain dan belajar (active fun learning). Pengelola sekolah SMP Al Falah Surabaya, yang juga menerapkan full day, membantah bahwa sekolah full day membuat siswanya tidak kerasan di sekolah karena jam belajarnya terlalu panjang. Menurut mereka, banyak siswa mereka tetap bermain di sekolah hingga sore, padahal sudah jam pulang.
Berbagai upaya dilakukan sekolah yang menerapkan full day, agar siswanya tidak merasa cepat bosan di sekolah. Mulai dari menerapkan belajar dalam konsep bermain.dengan menggunakan berbagai alat peraga hingga meletakkan pelajaran les yang biasa diambil anak sepulang sekolah ke dalam kurikulum. Jika ada sekolah yang menerapkan full day, namun tidak menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, maka ruang kelas akan berubah menjadi “penjara” bagi anak.
Sekolah full day, berkembang menjadi sebuah sekolah eksklusif, karena hanya mampu dijangkau oleh siswa yang memiliki orang tua kaya. Seandainya sekolah full day berorientasi kepada peningkatan mutu pendidikan, tidak hanya sekedar menggantikan peran orang tua ketika orang tua sibuk bekerja, maka akses bagi siswa kurang mampu harus diperlebar. Idealnya, sekolah yang menerapkan full day, orientasi peningkatan mutu pendidikan yang menjadi tujuan utama, bukan mengedepankan pelayanan menggantikan fungsi orang tua ketika sibuk bekerja.
Hal lain, yang hingga kini dipermasalahkan oleh banyak pemerhati anak, bahwa sekolah full day dianggap mengurangi waktu bersosialisasi dengan masyarakat, khususnya dengan anak seusianya. Konsep sekolah full day dikhawatirkan mencetak anak-anak berintelektual tinggi namun kecakapan sosialnya rendah. Untuk meminimalisasi dampak negatif dari sekolah full day, kurikulum sekolah full day harus menyeimbangkan pengembangan intelektual dengan ranah pengembangan sosial. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada siang hari, sebaiknya diarahkan pada kegiatan untuk mengasah kemampuan emosional dan interaktif sesama siswa. Misalnya, kegiatan drama, olahraga, atau kegiatan keagamaan.
Ketika orang tua memilih sekolah full day sebagai tempat belajar anaknya, konsekuensi yang muncul adalah kecilnya intensitas pertemuan anak dan orang tua. Bagi orang tua yang tidak termasuk orang yang sibuk, pilihan memasukkan anaknya ke sekolah full day membawa konsekuensi semakin berkurangnya interaksi antara anak dan orang tua. Orang tua harus memanfaatkan waktu sisa pertemuan dengan anak melalui penciptaan komunikasi yang berkualitas, sedikit namun berkualitas. Penanaman nilai yang ditumbuhkan di sekolah harus berkesinambungan diimplementasikan di rumah.
Sekolah full day, seharusnya tidak hanya sekedar sekolah sehari penuh. Ada banyak hal yang harus disiapkan sebelum menerapkan sistem full day school. Kesiapan kurikulum, kualitas guru, sarana prasarana, dan komitmen orang tua. Jika beberapa faktor belum siap, jangan dipaksakan untuk menerapkan sistem full day. Kalau menerapkan konsep full day school hanya mengikuti trend, full day school hanya jadi akan “penjara” bagi peserta didik.
Alamat Penulis:
SMP Negeri 1 Kamal
Jl. Banyuajuh No. 5
Kamal – Bangkalan 69162
Telp. Hp. 08563118945

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pidato Mendikbudristek untuk upacara peringatan Hardiknas 2023.pdf

     Teks bisa di unduh disini