01 Juni 2009

KTI GURU DAN PROBLEMATIKANYA


Oleh. Wahyudi Oetomo

Karya tulis ilmiah (KTI), lahir dari sebuah proses panjang yang sistematis, diawali dari munculnya permasalahan dan diakhiri oleh kesimpulan yang dilahirkan dari sebuah pengujian menggunakan metode ilmiah. Karya tulis ilmiah bukanlah “makanan instan”, hari ini hasrat dan ide muncul kemudian hari ini juga terwujud. Sebuah KTI tidak dapat diciptakan dengan mantra “sim salabim” dan “abrakadabra”, lalu jadilah sebuah KTI.
Namun, sekarang banyak pesulap KTI berkeliaran di mana-mana. Dulu, saat media massa habis-habisan mengupas praktik biro jasa pembuatan skripsi dan penjiplakan skripsi di kalangan mahasiswa , masyarakat ramai-ramai menghujat, memvonis mahasiswa telah menghancurkan etika akademik. Sekarang, pesulap KTI memangsa para guru, khususnya guru-guru yang akan naik pangkat dari golongan IV/a ke golongan IV/b atau guru yang akan mengikuti sertifikasi guru. Para guru-guru pun ikut-ikutan menghancurkan etika akademik, menghalalkan segala cara untuk kepentingan sesaat.
Guru-guru di negeri ini kebanyakan tidak suka ruwet, menyukai hal-hal yang praktis walaupun terkadang memerlukan biaya yang tidak murah. Beberapa sampel teman guru penulis yang sudah golongan IV/b, KTI yang disertakan sebagai prasarat pemenuhan angka kredit dari unsur karya pengembangan profesi hampir seluruhnya merupakan KTI hasil ”jahitan” orang lain. Penulis khawatir, fakta ini juga terjadi di mana-mana di negeri ini. Sebuah fakta yang memilukan !
Kemampuan guru menulis KTI dapat menjadi parameter kualitas dan kompetensi guru. Bila kemampuan guru menulis KTI rendah, secara paralel kualitas dan kompetensinya diyakini juga rendah. Menurut data penelitian, hampir separoh dari 2,6 juta guru di negeri ini berkualitas rendah dan tidak layak mengajar. Dan, bisa diduga kemampuan guru-guru tersebut untuk menulis KTI juga rendah.
Melihat fakta rendahnya kemampuan guru menulis KTI, apa yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengubah situasi tersebut? Banyak Diklat (Pendidikan dan Latihan) yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendongkrak kemampuan guru menulis KTI. Berbagai Diklat guru yang mengupas tentang teknik pembuatan KTI dan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) telah diselenggarakan oleh pemerintah maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Bahkan Departemen Pendidikan Nasional melakukan satu program yang cukup inovatif, yaitu bimbingan KTI online. Namun, berbagai macam cara yang dilakukan oleh pemerintah tersebut tidak mampu mengangkat animo dan kemampuan guru dalam menulis KTI. Justru makin banyak guru yang terjebak dalam praktik manipulasi KTI.
Semangat pemerintah untuk meningkatkan kemampuan guru menulis KTI akan tidak bermakna apa-apa bila tidak dibarengi dengan sikap tegas pemerintah terhadap manipulasi KTI. Dari berbagai diklat KTI terungkap fakta, banyak KTI guru yang dikirimkan sebagai kelengkapan naik pangkat dari golongan IV/a ke golongan IV/b ternyata hasil copy-paste. Buktinya, isinya banyak yang sama hanya berbeda penulis. Namun, tetap saja KTI tersebut lolos dan membawa sang guru naik pangkat dan golongan setingkat lebih tinggi dari sebelumnya.
Ada beberapa ciri KTI hasil jiplakan antara lain : terdapat bagian-bagian tulisan, atau petunjuk lain yang menunjukkan bahwa KTI itu dirubah di sana-sini, seperti misalnya bentuk ketikan yang tidak sama pada beberapa bagian, tempelan nama, terdapat petunjuk adanya lokasi yang tidak konsisten, terdapat tanggal pembuatan yang tidak sesuai, terdapat berbagai data yang tidak konsisten; waktu pelaksanaan pembuatan KTI yang kurang masuk akal, misalnya pembuatan KTI yang terlalu banyak oleh penulis yang sama dalam kurun waktu tertentu; adanya kesamaan yang sangat mencolok pada isi, format, gaya penulisan dengan KTI yang lain, baik yang dibuat oleh yang bersangkutan atau dengan KTI lain dari daerah tertentu ( umumnya dengan sampul yang sama, kata pengantar yang sama, teori yang sama, daftar pustaka yang sama, yang berbeda hanya pada subjek mata pelajaran, dan data yang tampak sekedarnya); KTI jiplakan biasanya berisi uraian hal-hal yang terlalu umum, yang tidak berkaitan dengan kegiatan nyata yang dilakukan oleh yang bersangkutan dalam kegiatan pengembangan profesinya.
Penulis yakin tim penilai KTI untuk kenaikan pangkat paham betul ciri-ciri KTI jiplakan. Namun, yang aneh KTI jiplakan tersebut tetap saja lolos dan sang penulisnya bisa naik pangkat. Jangan-jangan ada kolusi antara oknum pegawai diknas kabupaten / kota sebagai makelar dengan tim penilai KTI di tingkat propinsi. Saat ini, sudah bukan rahasia, untuk naik pangkat dari golongan IV/a ke atas cukup menyediakan uang sekitar 3 juta rupiah, urusan KTI beres. Kabarnya, KTI yang dibuat sendiri tanpa melalui makelar biro jasa KTI sangat sulit lolos.
Semangat besar untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi guru melalui peningkatan kemampuan guru dalam menulis KTI harus ada konsistensi antara upaya melatih guru lewat berbagai diklat dengan tindakan tegas terhadap plagiator KTI. Bila penegakan hukum terhadap penjiplakan KTI tidak pernah dilakukan jangan bermimpi guru-guru kita akan ada kemauan untuk membuat KTI.
Ada banyak alasan mengapa guru malas membuat KTI. Menulis KTI bagi sebagian besar guru dianggap sesuatu yang sulit dan dianggap menyita banyak waktu. Ada banyak guru yang mampu menulis KTI namun malas melakukannya. Mungkin, bagi mereka yang malas membuat KTI , dari pada repot-repot lebih baik ”membeli” KTI jiplakan. Banyak guru di negeri ini telah kehilangan rasa malu. Ada pula, guru yang meski dilatih berkali-kali membuat KTI tetap tidak mampu menulis KTI.
Sebenarnya, bila seorang guru peduli dan selalu memikirkan inovasi pembelajaran dalam upaya meningkatkan efektivitas kegiatan belajar mengajar di kelas, maka menulis KTI bagi seorang guru adalah sebuah kebutuhan. Melalui kegiatan mencatat, menganalisis, mengevaluasi, dan melakukan refleksi, seorang guru sudah melakukan penyusunan KTI. Penelitian tindakan kelas (PTK), bisa dilakukan oleh guru setiap saat, tanpa mengganggu tugas utama seorang guru menuntaskan target kurikulum. Untuk meningkatkan kemampuan guru untuk menyusun PTK, perlu lebih banyak forum pelatihan penulisan PTK yang melibatkan guru lebih banyak dan massif
Akhirnya, bila pemerintah beritikad meningkatkan kualitas SDM guru, mulailah dengan melatih guru-guru melalui diklat-diklat yang profesional, termasuk diklat KTI. Setelah itu, pemerintah, khususnya tim penilai kenaikan pangkat golongan IV/a ke atas, harus lebih tegas memberikan sanksi terhadap penjiplakan KTI. Juga bagi guru-guru di negeri ini, bila memiliki hati nurani untuk ikut meningkatkan kualitas pendidikan dan SDM guru, mulailah mengedepankan sikap jujur. Janganlah menghalalkan segala cara untuk meraih kepentingan sesaat.
Tulisan ini dimuat di Majalah Media Pendidikan Jawa Timur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pidato Mendikbudristek untuk upacara peringatan Hardiknas 2023.pdf

     Teks bisa di unduh disini