(Sebuah Refleksi antara Idealisme dan Hambatan)
Oleh : Wahyudi Oetomo, SPd.
Guru SMP Negeri 1 Kamal
Ketika
sekolah kami pada semester ini (2007) memutuskan untuk menggunakan sistem pembelajaran
kelas bergerak (moving class) , muncul
perasaan gamang di sebagian besar guru, karena tidak pernah menerapkan sistem
pembelajaran tersebut. Bayangan keruwetan akan muncul dalam pelaksanaan kelas
bergerak benar-benar menjadi kekhwatiran
sebagian besar guru.
Tanpa
dibekali oleh persiapan yang memadai tentang kelas bergerak, dan minimalnya
sarana pendukungnya akhirnya sistem kelas bergerak diputuskan oleh kepala
sekolah untuk diterapkan pada semester ini.
Idealisme
yang dipaparkan oleh kepala sekolah tentang pilihannya untuk menggunakan kelas
bergerak adalah meminimalkan waktu hilang pada setiap pergantian jam pelajaran,
efisiensi waktu persiapan sebelum mengajar, menghilangkan kejenuhan siswa yang
muncul pada kelas permanen, dan memperbanyak intensitas interaksi siswa antar
tingkatan kelas.
Lalu, muluskah pelaksanaan kelas bergerak
di sekolah kami? Jumlah ruangan yang tersedia sebenarnya cukup, melebihi jumlah
rombongan belajar. Sekolah kami memiliki dua laboratorium IPA, dua Laboratorium
Bahasa Inggris, dua Laboratorium TIK, satu laboratorium keterampilan, satu
ruang multimedia, satu ruang kesenian, satu musholla, dan 22 ruang kelas.
Menurut pandangan kepala sekolah, waktu itu, cukup memadai untuk mendukung
pelaksanaan kelas bergerak. Jadwal pelajaran pun disusun disertai dengan
pengaturan ruang mata pelajaran, meski agak memusingkan urusan kurikulum namun
akhirnya selesai juga.
Sebelum
sistem kelas bergerak diterapkan di sekolah kami, sekolah kami sempat
melaksanakan uji coba selama seminggu, saat siswa kelas sembilan menunggu hasil
ujian UAN tahun pelajaran 2007 / 2008, tidak masuk ke sekolah. Dan, di uji coba
tersebut, meski di sana-sini dijumpai raut wajah kebingungan, baik pada siswa
maupun pada guru, namun secara umum pelaksanaan sistem baru ini bisa diterapkan
di sekolah kami.
Detik-detik
yang mendebarkan bagi kami ketika semester ini betul-betul secara resmi sistem
kelas bergerak diterapkan. Ketakutan kesemrawutan pelaksanaan kelas bergerak
sangat menghantui perasaan saya, yang kebetulan ikut dalam tim penggodokan
persiapan pelaksanaan kelas bergerak. Saat 21 kelas melakukan kelas bergerak
secara bersamaan dan sebelumnya tidak pernah dilakukan, sungguh sulit
dibayangkan.
Ternyata,
di hari pertama itu, ketakutan itu tidak terbukti, kelas bergerak berjalan
sesuai skenario.Lalu, hari-hari berikutnya akankah semulus itu perjalanan kelas
bergerak di sekolah kami?
Penerapan
sistem baru dalam bidang apapun selalu memunculkan berbagai problem,
bahkan ada yang terang-terangan menolak
sistem baru itu. Kemapanan itu terlanjur membuat kita malas melakukan
perubahan, termasuk perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam perjalanan, mulai
muncul satu persatu hambatan kelas bergerak, yang bagi sebagian guru digunakan
untuk menyerang sekolah karena telah mengeluarkan kebijakan yang tidak populer
dan membingungkan guru dan siswa.
Kelas
mata pelajaran, yang idealisasinya adalah menciptakan efisiensi bagi guru dalam
mempersiapkan diri sebelum mengajar, ternyata memunculkan egoisme berlebihan
bagi sebagian guru terhadap kelasnya. Saat kelas mata pelajaran lain
dikondisikan menggunakan ruang mata pelajaran lain karena kelas mata pelajaran
yang sesuai digunakan semua, ada sebagian guru melarang mata pelajaran lain
masuk ke kelas mata pelajaran yang berbeda. Alasannya, kelas sudah di-setting
untuk pelajaran tertentu, dan khawatir akan rusak jika digunakan oleh mata
pelajaran lain. Setiap koordinator kelas mata pelajaran yang ditunjuk diberi
kunci ruangan untuk mengamankan aset yang ada di kelas, namun bukan untuk
melarang kelasnya dipakai mata pelajaran lain, bila kelas mata pelajaran lain
membutuhkan. Dan, ini kadang menjadi sumber konflik antar guru. Sebelumnya,
kepala sekolah sudah menjelaskan bahwa kebersamaan sebagai satu sekolah harus
tetap dijaga, bukan justru muncul egosentris tiap mata pelajaran. Belum lagi
bila yang memegang kunci ruangan terlambat datang, yang membuat siswa keleleran, karena tidak bisa masuk
ruangan.
Kritik
lain dari guru terhadap pelaksanaan kelas bergerak adalah sulitnya memfokuskan
siswa pada awal pelajaran setelah siswa pindah kelas. Apalagi pelajaran yang
akan dihadapi termasuk kategori mata pelajaran sulit, seperti matematika dan
IPA-fisika. Ada sebagian guru berpendapat, guru membutuhkan sekitar lima belas
menit untuk mengkondisikan siswa siap untuk belajar. Termasuk saat guru akan
mengakhiri pelajaran, siswa lebih fokus menyiapkan diri untuk pindah kelas,
karena apabila dia terlambat di kelas mata pelajaran yang berikutnya akan
mendapat sangsi. Sehingga, termin terakhir dari sintaks kegiatan pembelajaran di
kelas yaitu menyimpulkan pelajaran menjadi tidak optimal, dan sering tidak
dapat dilaksanakan karena keburu dipotong bel pergantian jam pelajaran.
Titik lain yang menjadi sorotan guru mata
pelajaran disekolah kami adalah saat perpindahan kelas mata pelajaran yang
dapat dianggap menjadi celah bagi siswa yang nakal untuk membolos. Dan,
kenyataannya di sekolah kami hal itu terjadi.
Guru
BK (Bimbingan dan Konseling) ikut merasa tidak nyaman dengan penerapan kelas
bergerak di sekolah kami. Pasalnya, guru BK merasa kesulitan memantau
siswa-siswa bermasalah, karena kelas mereka sulit dicari.
Juga, banyak guru mengeluhkan rendahnya
rasa ikut memiliki kelas (sense belonging).
Karena merasa bukan kelasnya, siswa sering kurang peduli pada kebersihan kelas
yang ditempati. Akibatnya, sering waktu efektif berkurang karena sebagian
digunakan untuk membersihkan kelas, yang mestinya dilakukan sebelum pelajaran
dimulai atau setelah pelajaran berakhir.
Beberapa
problema yang muncul dalam pelaksanaan kelas bergerak di sekolah kami, mungkin
akan juga dijumpai di sekolah lain dengan langgam yang hampir sama. Mestinya
problema yang muncul itu akan tereliminasi dengan sendirinya sejalan dengan
berjalannya waktu. Pada awal adaptasi perubahan dari sistem kelas permanen ke
kelas bergerak memang akan dijumpai rasa canggung, bingung, ruwet, atau bahkan
putus asa. Lalu, akan muncul
pertanyaan : sampai kapan kita akan bertahan dalam keruwetan seperti ini ? Mampukah
kita bertahan sampai seminggu, sebulan, satu semester, atau bahkan satu tahun
pelajaran dengan sistem baru ini?
Kalau
kita (seluruh komponen sekolah) sulit untuk bersabar menghadapi sesuatu yang
baru, maka perubahan kelas permanen ke kelas bergerak mungkin tidak akan
bertahan lama. Pada awal pemberlakuan kelas bergerak pasti banyak yang merasa
tidak nyaman.
Sesungguhnya
idealisme yang ada pada sistem kelas bergerak sangat positif. Kelas bergerak
bukan sekedar pindah kelas setiap pergantian pelajaran, namun lebih ditujukan
pada efisiensi pra KBM, mengurangi hilangnya jam efektif, mengurangi rasa jenuh
siswa berada pada ruang yang sama berjam-jam, serta memperbanyak interaksi
siswa antar tiap tingkatan kelas.
Banyak
guru di sekolah kami yang tidak cukup sabar beradaptasi dengan perubahan baru.
Setelah hampir dua bulan sistem kelas bergerak diterapkan di sekolah kami,
telah memunculkan polemik. Pro dan kontra terhadap sistem kelas bergerak cukup
mengganggu suasana nyaman di sekolah. Kebetulan saat itu ada mutasi kepala
sekolah, dan kepala sekolah yang baru datang di sekolah kami menyerap aspirasi
ketidaknyamanan sebagian besar guru terhadap sistem kelas bergerak.
Tanpa
diberi kesempatan untuk dianalisa kelebihan dan kelemahannya, sistem kelas
bergerak yang telah diberlakukan sekitar dua bulan, melalui voting di rapat
dewan guru, akhirnya diputuskan untuk tidak lagi diterapkan di sekolah kami.
Sebuah
pelajaran penting bagi sekolah lain yang juga akan menerapkan kelas bergerak
sehingga tidak senasib dengan sekolah kami adalah: jangan terburu-buru
menerapkan sistem ini sebelum semua hal yang berkaitan dengan kelas bergerak
dipersiapkan sematang mungkin. Jangan menerapkan sistem kelas bergerak hanya karena latah, mengejar
prestise biar beda dengan sekolah lain! Bila sudah bulat akan menerapkan sistem
kelas bergerak persiapkan dengan matang semuanya, jangan setengah-setengah.
Samakan visi semua komponen sekolah tentang keunggulan kelas bergerak, baru
melaksanakan sistem kelas bergerak. Kalau tidak, nanti akan bernasib sama
dengan sekolah kami. Semoga tidak, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar