03 September 2013

Tidak Sekedar Ganti Menteri Ganti Kurikulum



Adagium “ganti menteri ganti kurikulum”, begitu melekat dalam persepsi publik (masyarakat). Persepsi yang demikian menunjukkan kegagalan fungsi edukasi Kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud) terhadap masyarakat terhadap perubahan kurikulum.
            Kurikulum pendidikan pada suatu negara tidak boleh statis atau mengalami stagnasi pada suatu titik. Kurikulum pendidikan akan selalu di update untuk mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula yang sedang terjadi di negara kita saat ini. Pemerintah melalui Kemdikbud  telah mengintroduksi kurikulum baru, yakni kurikulum 2013 yang akan menggantikan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
            Perubahan kurikulum yang didasarkan atas perbaikan konten kurikulum sehingga adaptif terhadap perubahan jaman mutlak diperlukan.  Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mulai berlaku sejak tahun 2006 dipandang oleh Kemdikbud perlu dirombak karena dipandang masih memiliki beberapa kelemahan, misalnya : konten kurikulum masih terlalu padat; kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi; kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; dan standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.
            Ketika Mendikbud M. Nuh menyampaikan beberapa hal terkait dengan draf kurikulum baru (2013) di media massa, sering membuat stakeholder  dunia pendidikan terkaget-kaget dengan perubahan kurikulum tersebut. Misalnya penghapusan mata pelajaran IPA dan IPS di SD, atau penghapusan pelajaran TIK  di tingkat SMP. Juga rencana tidak akan mewajibkannya para tenaga pendidik untuk membuat silabus.
            Satu hal yang mungkin tidak membuat kaget pemerhati dunia pendidikan adalah penonjolan nilai perilaku, kepribadian dan budi pekerti/pendidikan karakter dalam kurikulum 2013. Konten pendidikan karakter sudah cukup lama diidealisasi untuk diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan nasional. Dunia pendidikan dianggap dapat menjadi sarana yang efektif untuk menanamkan karakter budi pekerti luhur untuk mengobati dekadensi moral yang sedang dialami bangsa ini.   
            Ada hal baru yang cukup menarik untuk diperbincangkan dalam kurikulum 2013, yaitu dicabutnya kewenangan guru untuk menyusun silabus. Pemerintah akan mengambil alih kembali dalam penyusunan silabus. Menurut Mendikbud, kebijakan ini diperlukan karena kualitas guru belum mampu untuk membuat silabus tersebut. Ah, begitu rendahkah kualitas guru kita sehingga menyusun silabus saja tidak mampu? Meskipun begitu, kebijakan tersebut pasti akan disyukuri oleh sebagian guru karena merasa sebagian beban pekerjaannya berkurang.
            Jika kurikulum 2013 hanya memberi ruang kepada guru dalam hal penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), karena kewenangan menyusun silabus telah “dicabut” maka guru hanya perlu menyiapkan mental untuk menumbuhkan komitmen secara sungguh-sungguh turut mengawal suksesnya kurikulum 2013, sambil menunggu pelatihan (diklat) yang rencananya akan segera dilakukan pada bulan April kepada guru-guru.
            Pada tahap awal pemberlakuan kurikulum baru, meskipun telah melalui uji publik, pasti akan menimbulkan kegaduhan. Ada yang merasa diuntungkan namun juga pasti ada yang merasa dirugikan saat kurikulum baru diterapkan. Rencana penghapusan jurusan di SMA, dan penerapan mata pelajaran berdasarkan pilihan akan berdampak pada terkuranginya jam pelajaran tertentu, karena kurangnya peminat terhadap mata pelajaran tersebut. Namun, pada sisi yang lain akan menyebabkan jam yang overload pada mata pelajaran yang peminatnya banyak. Dan, jika hal ini tidak diantisipasi dari awal tentu akan memunculkan permasalahan baru.
            Rencana penghapusan mata pelajaran TIK di SMP mendapat respon yang cukup banyak dalam uji publik kurikulum 2013. Yang paling banyak adalah menanyakan nasib guru-guru yang sudah disertifikasi pada mata pelajaran TIK. Penghapusan mata pelajaran TIK dan TIK akan menjadi media untuk semua mata pelajaran di SMP membuat banyak guru TIK di SMP resah. Mereka mempertanyakan posisi mereka (guru TIK) dalam struktur kurikulum 2013. Saat fakta belum semua guru menguasai perangkat  TIK, ada wacana menjadikan guru TIK sebagai guru pembimbing TIK bagi guru-guru mata pelajaran dan pembimbingan tersebut dapat dikonversikan dalam jam pelajaran.
            Meski dengan alasan menjalankan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 pada sektor pendidikan, tetap terkesan kurikulum 2013 tidak disiapkan secara matang. Dan jika ini benar, maka akan banyak menimbulkan masalah baru pada tahap awal pemberlakuannya. Jika Kemdikbud belum terlalu siap untuk memberlakukan kurikulum 2013 lebih baik mengundurkan waktu penerapannya yakni  pada tahun 2014.
            Bila pemerintah tetap percaya diri dan kokoh pada pendiriannya untuk menerapkan kurikum baru tersebut pada tahun 2013, maka optimisme harus tetap ditanamkan. Setiap perubahan idealismenya adalah berubah menjadi lebih baik. Sisa waktu yang amat pendek ini harus benar-benar digunakan oleh Kemdikbud untuk memfinalisasi kurikulum 2013 sehingga tidak kontraproduktif dalam pelaksanaannya, karena beberapa bagian dari kurikulum baru tersebut masih menjadi diskusi publik dan kontroversial. Semoga kurikulum ini tidak sekedar ganti menteri ganti kurikulum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pidato Mendikbudristek untuk upacara peringatan Hardiknas 2023.pdf

     Teks bisa di unduh disini